Halo Semua! Di 'Baca-baca' kamu bisa baca-baca semua karangan originil milik saya sepuasnya yang kamu mau! Gratis, gak pakai bayar! Cuma, please don't be a SILENT READER ya ^^

Selasa, 22 Maret 2011

My Dear Twins (A Valentine Story)

My Dear Twins (A Valentine Story)







Hai. Namaku Aiko. Eh, kenapa? Seperti nama orang Jepang ya? Tapi aku buka asli Jepang kok. Cuma keturunan saja. Kakek buyutku itu orang Jepang soalnya. Kata Ayah sih’ namaku itu artinya ‘yang dicintai’. Benarkah begitu? Ya, mungkin aku memang dicintai orang banyak. Bukannya mau sombong sih. Tapi aku jadi teringat saja cerita masa SMAku dulu.
Saat SMA, aku punya dua orang sahabat cowok. Bian dan Rian. Mereka itu kembar. Mirip banget dan banyak orang yang susah mengenali mereka. Tapi aku tidak, aku bisa mengenali mereka. Mungkin karena aku sudah bersahabat dengan mereka sejak kecil. Nah, Ini cerita tentangku, Bian, dan Rian.







“Pagi Ai..” sapa Bian. Entah kenapa senyumnya selalu mempesona.
“Pagi Bi.. Rian mana?”
“Nyariin gue ya jelek?” celotos Rian yang tiba-tiba muncul dengan wajah cengar-cengir.
“Ih.. Najis. Siapa juga yang mau nyariin kamu. Bleeek..”
“Lho? Tadi nanyain ‘Rian mana?’ Iya kan Bi?”
“Udah deh. Kalian ini kayak kucing sama anjing saja.” Bian tersenyum melihat tingkah kami.
“Ngomong-ngomong, pinjem PR dong Ai. Hehehe.”
“Enak aja! Bikin sendiri dong.”
“Ah. Aiko sama aja kayak Bian. Nggak seru nih. Minjem aja nggak boleh.” kata Rian seraya menunjukkan wajah cemberutnya yang seperti anak kecil itu.
“Kita kan’ maunya kamu itu lebih peduli sama tugasmu sendiri.” jawab Bian kalem.
Aku heran. Entah apa yang membuat orang-orang tidak dapat membedakan mereka. Padahal menurutku, mereka berdua itu sangat berbeda. Bian itu cowok dewasa yang kalem dan perhatian. Sedangkan Rian itu, cowok super cuek, nyebelin, ngeselin, nggak karuan, nggak bisa diem, kasar, pokoknya nggak ada bagus-bagusnya deh!
“Ai.. bentar lagi Valentine ya?” kata Bian membuatku kaget.
“Emm.. Memangnya kenapa Bi? Kamu mau kasih aku coklat?” candaku.
“Memang, kalau aku kasih kamu coklat, kamu mau terima?”
“Ya tentu aja Bi. Loe kan tahu, Aiko itu rakus. Apalagi soal makanan. Jangankan coklat, tahi ayam juga mau kayaknya.”
Lagi-lagi Rian nyerocos di tengah percakapanku dan Bian. Menggangu suasana aja deh nih anak!
“Apa-apaan sih!” tanpa sadar aku memanyunkan bibirku layaknya orang yang sedang kesal.
“Haha. Sorry deh Ai… tapi.. emang bener kan? Hahahaha.” Rian tertawa terus membuatku makin kesal. Sumpah! Nih anak nyebelin banget!












Bip Bip
Aku membaca sebuah SMS yang masuk. Bian!
Sorry ya Ai
Rian memang kadang agak keterlaluan.
Tapi dia ga bermaksud jahat kok : )

Aihh! Bian memang paling mengerti deh.
Gapapa kok Bi. Aku udah biasa sih : p
Thanks ya Bi…

Oke deh. Tapi tadi kayaknya kamu kesel banget ya?
Jangan dimasukin ke hati ya?

Iya Bi. Cuma dimasukin ke kantong kok. LOL
Kamu bisa aja Ai. Haha
Btw, soal coklat tadi…
Memang kamu mau terima kalau aku kasi kamu coklat?

Pertanyaan Bian membuat wajahku memerah seketika. Kenapa dia nanya begitu? Apa ada maksud tertentu?
Ya pasti aku terima dong.
Tapi aku bukannya rakus seperti kata Rian tadi loh.

Iya2. Aku tahu kok. Hehe
Jadi pasti diterima nih?

Ya ampun! Serius Bian mau kasih aku coklat?
Bip Bip
SMS lagi?
Jelek. Lagi ngapain?
Ih. Dasar Rian. Selalu merusak suasana!
LAGI KESEL!
Lho? Memang kenapa jelek?
Ih. Nggak nyadar amat nih orang. Ampun deh.
Pake nanya lagi -__-
Emang kenapa sih jelek??
Kasi tahu dongg…..

Jelek jelek. Loe yang jelek! Nyebelin amat sih jadi orang! Mending aku tidur daripada ladenin loe!










“JELEK!!” suara lantang Rian terdengar sepanjang koridor sekolah. Dan aku tahu pasti, maksudnya jelek itu aku!
“Apaan?”
“Main yuk besok.”
“Main?”
“Iya. Kita kan’ udah lama nggak main bareng Ai.” kata Bian sambil tersenyum.
Kalau Bian yang ajak sih, aku pasti mau.
“Sip deh. Jam berapa?”
“Besok. Jam 5 sore di taman biasa ya.”
“Loe pasti datang kan jelek?”
Datang juga bukan buat loe kali!
“Emang kenapa?” jawabku cuek.
“Syukur deh. Kalo nggak ada aloe nggak seru sih.”
Perkataan Rian membuatku ge-er sejenak.
“Soalnya nggak ada yang bisa diusilin.” sambung Rian membuat rasa ge-er ku hilang seketika. Dasar nyebelin!
Hari ini jadwalku main dengan Bian dan Rian. Si kembar tapi beda itu. Kami dulu sering main bareng di taman ini. Tapi sekarang sudah agak jarang karena kesibukan masing-masing. Bian sibuk ngurusin OSIS, Rian sibuk ikut ekskul basket, sedangkan aku sibuk mandangin mereka dari kejauhan. Memang cuma aku yang nganggur sih.
Aku memang nggak seperti mereka. Mereka itu cukup popular di sekolah. Secara mereka itu bisa dibilang cakep. Apalagi Bian pintar, dan baik. Kalau Rian sih, jago olahraga. Terutama basket. Tapi aku yakin, kalau orang-orang tahu sifat aslinya, mana ada yang nge-fans lagi. Dijamin pada ill-feel semua!
“JELEK!! Ngapain bengong?” suara Rian menyadarkanku dari lamunan.
“Main basket yuk.” kata Bian seraya menarik tanganku. Membuat wajahku kini merah seperti tomat.
“Kenapa jelek? Kok muka loe merah gitu? Sakit ya?”
“Eng.. enggak kok. Yuk main.”









Hari sudah hampir malam. Semua juga sudah capek. Kini kami sedang duduk di bangku taman sambil bercerita tentang masa-masa dulu.
“Kalian ingat nggak? Waktu dulu kita kecil, kita sering banget main di sini. Terus, Rian suka banget jahilin Ai sampai nangis.”
“Iya. Sekarang juga gitu kok.”
“Emang iya?” tanya Rian sok bego.
“Terus, pernah sekali, Rian bikin kamu jatuh, dan kamu malah nangis. Akhirnya Rian gendong kamu sampai rumah deh.” Bian tertawa sendiri mengingat masa itu. Ya, masa itu memang menyebalkan. Tapi selalu indah dikenang.
“Udah lupa tuh. Ngapain juga lah diingat-ingat. Pulang yuk.” kata Rian cuek lalu bangkit dari bangku taman.









Waktu itu cepat berlalu ya. Rasanya baru kemarin kami main di sini. Sekarang aku sudah ada di sini lagi. Tapi kali ini hanya aku sendiri yang duduk di bangku taman ini.
Setiap duduk di bangku ini, pasti teringat masa kami kecil dulu. Rian. Dia selalu menjahiliku dan membuatku menangis. Tapi.. Dia jugalah yang selalu melindungiku. Aku ingat persis wajah khawatirnya saat membuatku jatuh dan menangis dulu.
“Oi Jelek! Ngapain kamu duduk sendirian?” suara Rian benar-benar mengagetkanku.
“Nggak kok. Cuma keingat masa kita kecil dulu.” Kataku sambil tersenyum.
“Dasar sinting.”
“Ih. Loe tuh yang sinting.”
“Jelek!”
“Dasaar. Ngomong-ngomong Bian mana?”
“Ke toko buku. Biasa sih anak rajin.”
“Haha. Memang ciri khas Bian ya.”
“Ai. Kamu.. suka Bian ya?”
“Ha..hah?” pertanyaan jitu Rian membuat wajahku panas.
“Benar ya jelek? Pasti iya. Wajah loe aja uda kayak tomat direbus gitu.”
“Ri.. plis.. jangan kasih tahu Bian ya. Gue belum siap.”
“Belum siap? Loe pikir Bian bakal nembak loe? Dasar jelek kepedean!”
“Tapi Bian sendiri yang bilang mau kasih coklat ke gue.”
“Iya ya.. apa dia juga suka sama loe?” Rian mendadak diam.
“Kenapa? Jealous ya?” godaku melihat tingkah Rian.
“Ha? Haha. Ngakak guling-guling deh gue. Gue? Suka sama loe? Ngaca dong jelek!!”
“Yee. Rian! Sok kecakepan amat sih!”
“Emang gue cakep kok.”
“Idiih.. Amit-amit. Tapi ngomong-ngomong, gimana loe sama Jolie?”
“Heh? Jolie?”
“Iya. Yang digosipin sama loe itu.”
“Apaan. Mana ada sih.” Wajah Rian yang memerah itu semakin lucu.
“Ah.. masaa.. ih Rian malu ya..”
“Emang kenapa? Jealous loe? Iya kan jealous?”
“Ih. Amit-amit! Dasar sinting! Ngaca dong!!” kataku membalas ejekan Rian tadi.
















Aku melihat Rian dan Bian di halaman belakang sekolah, saat hendak kupanggil, terdengar suara bentakan keras.
“Bodoh! Jelas-jelas dia suka padamu!”
“Ri, aku tahu sifatnya. Sudah, kamu tenang saja. Kamu pikir siapa yang paling mengenalnya? Kita sudah mengenal dia dari kecil!”
“Kalian ngomongin aku?” sepertinya kehadiranku ini mengagetkan mereka.
Suasana berubah menjadi aneh. Rian tidak tampak ceria seperti biasanya.
“Baguslah loe ada di sini. Sana bilang kalau loe suka sama dia!” Rian pergi begitu saja.
“Rian! Rian!” Rian bahkan tak menoleh saat kupanggil.
“Apaan sih..” kataku heran, “kalian bertengkar?”
“Ai, jawab dengan jujur. Apa kamu.. menyukaiku?”
“Apa? Apa Rian yang mengatakannya padamu?” Rian benar-benar membuatku malu!
“Jujur saja Ai. Siapa yang paling kamu pikirkan saat kami tak ada bersamamu?”
“Aku..” pertanyaan Bian membuatku bingung.
“Siapa yang paling kamu rindukan saat kami tak ada di dekatmu Ai?” Bian malah menunjukkan wajah seriusnya.
“Aku.. kenapa kamu menanyakan pertanyaan itu. Aku.. jadi bingung.”
Bian menepuk bahuku, “Pikirkanlah baik-baik. Kalau benar kata Rian, kamu suka padaku, tidak mungkin kamu bingung dengan pertanyaanku.”
“Bi..”
“Dengar Ai, jangan sampai kamu telat meyadari perasaanmu. Penyesalan itu tak ada gunanya.”
“Maksudmu?”
“Ai, rasa suka dan rasa cinta itu beda.”
Apa maksud Bian? Kenapa setelah mendengar pertanyaannya aku jadi bingung sendiri? Siapa yang aku ingat diantara mereka? Siapa yang aku rindukan? Keduanya memenuhi hatiku. Tapi.. Saat ini yang paling ingin aku temui adalah.. Rian.













 “Hei Bi!”
“Eh, Ai. Kenapa?”
“Rian mana? Kok sekarang jarang nampak?” sejak kejadian di halaman belakang itu, aku belum bertemu Rian.
“Katanya sih ada urusan dengan temannya.”
“Teman?”
“Iya.. Kenapa? Kamu kangen ya?”
“Eh. Nggak lah! Ngapain juga.”
“Dasar kamu Ai. Ternyata kamu itu lebih lamban dari Rian ya.”
“Hah?”
“kamu ingat kata-kataku semalam? Pikirkan baik-baik!”

Benar juga ya. Kenapa aku jadi merasa sepi kalau nggak ada Rian? Kenapa aku jadi kangen ejekan-ejekan Rian? Apa benar kata Bian? Aku.. Suka Rian? Aneh.. Cinta itu memang aneh!















Eh.. Itu.. Rian? Sama siapa?
Aku melihat Rian, bersama Jolie. Mereka sedang memegang sebuah boneka beruang Teddy yang lucu. Kenapa mereka berdua? Apa benar mereka.. benarkah gosip itu?
Entah kenapa aku merasakan sakit. Sakit melihat Rian dan Jolie tertawa bersama seperti itu.
Ternyata benar kata Bian.. Kini aku sadar, perasaanku pada Bian hanya sebatas rasa suka dan kagum karena sifatnya yang baik. Aku tidak pernah merasa sesakit ini saat melihat Bian bersama dengan perempuan lain. Meskipun Rian itu kasar, cuek, nyebelin, tapi, semua itu yang membuat Rian tetap tinggal dalam hatiku. Ternyata.. Aku menyukai Rian.








Bip Bip
Ai, bisa ke taman sekarang?
Ada apa Bi?
Datang aja. Aku tunggu ya.
Aneh. Ada apa Bian mencariku mendadak begini?

“Ai!”
“Bian? Ada apa manggil aku ke sini?”
Happy Valentine ya Ai.” Kata Bian sambil tersenyum. Ternyata, senyum yang selalu kusuka itu hanya sebatas rasa kagum. Aku tidak percaya aku salah menyadari perasaan ini.
“Kenapa bengong? Nyariin Rian?”
“hah? Enggak kok Bi. Ngapain nyariin dia.” Pertanyaan Bian membuat wajahku merona merah.
“Masa sih enggak? Muka kamu aja udah merah.. hayoo..” goda Bian.
“Ih. Apaan sih Bian. Lama-lama jadi kayak rian deh.”
“Masa sih? Ngomong-ngomong Ai, ada kado buat kamu tuh.”
“Kado buat aku?”
“Iya. Dari Rian loh.”
“Dari.. Rian?”
“Iya.” Bian tersenyum, Rian mendadak mucul dari balik punggung Bian dan menyodorkan beruang Teddy itu kepadaku. Ini kan Teddy yang dipegang Jolie waktu itu. Jadi mereka.. Kulihat Teddy lucu itu memegang sebentuk hati yang bertuliskan ’Can I be Yours?’
“Ini…?” kataku bingung.
“Jelek bego! Gue tuh suka sama loe! Nggak peka amat sih.” celotos Rian membuatku kaget sekaligus senang.
“Jadi loe.. suka sama.. gue?”
“Gue juga bingung. Kenapa bisa suka sama cewek bego, lamban, jelek kayak loe.”
“Dasaaar.” Entah kenapa perkataan Rian kali ini bukan membuatku kesal, tap malah membuatku senang bukan main.
“Jadi gimana Ai?” tanya Bian.
“Gimana?”
“Ya. Apa jawaban kamu? Rian bela-belain minta bantuan Jolie buat bikin surprise ini lho. Rian sendiri juga yang bikin bentuk hati itu.” Kata Bian menunjuk sebentuk hati itu.
“Si Rian yang nembak kok Bian yang minta jawaban sih. Kalian memang kembar aneh deh.” Aku tertawa melihat sikap mereka itu.
“Jelek! Bengong lagi! Jadi gimana??”
“Apanya yang gimana?” kataku menggoda Rian.
“Grr.. Ngajak ribut nih orang.”
Aku hanya tertawa kemudian mengangguk-angguk sebagai tanda jawaban dariku.
“Jadi.. Iya nih? Horeee!” teriak Rian kegirangan.
“Yah.. akhirnya kalian sadar juga dengan perasaan kalian masing-masing.”
“Ai tuh. Lama banget nyadarnya. Dasar jelek! Lamban!”
“Siapa suruh loe nggak pernah bilang!”
“Jelek!”
“Iya iya. Gue uda tahu kalau gue jelek kok!”
“Cantik..” perkataan Rian membuatku diam sejenak.
“Udah deh. Panggil gue jelek aja.”
“Lho? Dibilang jelek salah, bilang cantik salah. Gimana sih loe?”
“Habisnya gue merinding kalau loe panggil cantik!”
“Dasar. Kalian berdua memang sama. Sama-sama bodoh dan lamban.” Bian tersenyum lalu pergi meninggalkan kami.
“Lamban? Sok cepat deh si Bian.”
“Haha. Dasar Bian. Coba kamu itu bisa dewasa kayak dia.”
“Gue emang adiknya dia. Tapi umur kami kan sama! Dasar jelek bego!”
“Maksudku bukan itu tauuuu!”
“Trus?”
“Udah deh. Malas ngebahas itu lagi. Kamu ya kamu!”
“Wek. Jelek!”
“Sinting!”
“Jelek!”
“Sinting sinting tapi loe suka kan?” kata Rian cengar cengir.
“Beneran deh loe! Asli sintiiiiing!”









Nah, begitulah cerita tentang kami.. Sampai sekarang pun, aku dan Rian masih bersama. Yah meskipun selalu bertengkar sih. Tapi itulah kami. Soal Bian? Menurut cerita Rian sih, Bian memang sempat suka padaku. Tapi menyadari perasaanku dan Rian ternyata sama, Bian lebih memilih mundur daripada berebut dengan saudara kembarnya sendiri. Aneh ya. Kenapa malah Bian duluan yang menyadari perasaanku dan Rian? Cinta memang aneh!









Yapp :) Cerita asal"an aja kok.
merupakan cerita fiksi gaje dan,
Semata-mata hanya karangan gaje saya.
Maaf bila ada kesamaan nama tokoh atau cerita pada cerita yang gaje in XD



Seperti biasa, RCL RCL please
Read, Like, Comment ya :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar