Halo Semua! Di 'Baca-baca' kamu bisa baca-baca semua karangan originil milik saya sepuasnya yang kamu mau! Gratis, gak pakai bayar! Cuma, please don't be a SILENT READER ya ^^

Minggu, 27 Maret 2011

SOUL (Fanfic-oneshot)

SOUL


Cast : Jiyeon (T-ara), Yoo Seung Ho
Cast from author : Han Kyeong
Genre : Horror, Romance
Author : Vinny
NB : CERITA INI SEMATA-MATA HANYA KARANGAN PENGARANG, TIDAK MEMILIKI HUBUNGAN APAPUN DENGAN TOKOH YANG BERSANGKUTAN, DAN DENGAN CERITA APAPUN. NO BASHING






Seseorang menatapku. Aku bisa merasakan itu. Tatapannya begitu kuat. Tapi.. Siapa yang menatapku? Aku hanya sendiri di sini. Kelas sudah kosong sejak 30 menit yang lalu. Tinggal aku di sini untuk mengisi buku piket.
Buru-buru kubersekan barangku dan segera meninggalkan kelas.
“Seonsaengnim. Aku sudah selesai.”
“O. Gomabseumnida.”
“Saya permisi dulu.” Pamitku pada wali kelasku.

Aku melewati koridor yang telah sepi, lalu.. perasaan itu muncul lagi. Aku merasakan seseorang menatapku lagi! Kuberanikan diri untuk menoleh ke belakang, namun tak ada siapa-siapa.
“Kyaaa!” teriakku kaget saat seseorang berdiri di depanku.
“Ya! Wae?? Kenapa berteriak seperti itu?” tanya orang yang berdiri di depanku.
“Hais.. Seung Ho! Kamu emang kayak hantu! Kenapa tiba-tiba muncul begitu?”
“Habisnya.. kamu ditungguin lama banget. Aku pikir ketiduran di kelas.” Ejek Seung Ho sambil tertawa usil.
“Kamu sendiri tidak bilang mau menunggu.” Kataku pura-pura kesal, lalu berjalan duluan.
“Ya! Ya! Jiyeon a.. jangan ngambek dong.” Seung Ho berusaha mengikuti langkahku. Lalu tangannya menggengam tanganku, “Gajja.”
Wajahku jadi memerah karena perlakuannya itu.
“Ya! Kenapa wajahmu kayak tomat begitu?” tanya Seung Ho usil.
“Aniya!” aku mencoba menutupi wajahku.
“Kamu jadi malu karena aku memegang tanganmu?” lanjutnya lalu tertawa dan berlari pergi.
“Ya! Tunggu aku!” seruku sambil mengejarnya.



#
##
###
####
#####
######
#####
####
###
##
#


Lagi-lagi aku merasakan seseorang menatapku. Aku mencoba membuka mataku. Lalu menoleh ke belakang. Tapi tak ada siapapun. Kulihat jam yang tergantung di dinding. Jam menunjukkan pukul 03.30, masih terlalu cepat untuk bangun.  Aku membuka hpku dan kulihat ada sebuah pesan baru. Ternyata dari Seung Ho.

Pabo. Ketiduran lagi kan?
Good Night!
Love U (^_^)

Benar juga, tadi aku tertidur saat sedang berbalas pesan dengannya. Bodoh sekali aku.
BIP
“Ya! Wae? Apa baterenya habis?” hpku mendadak mati.
Karena layarnya menjadi gelap, layar hpku memantulkan dinding di belakangku. Lalu kulihat.. sesosok orang!
Cepat-cepat aku beranjak dari tempat tidur. Tapi sosok itu telah hilang. Apa mungkin hanya perasaanku? Aku mulai merinding. Ada yang aneh. Sejak di sekolah tadi. Ada sesuatu yang aneh!
Aku segera menutupi diri dengan selimut tebalku itu. Mencoba tidur dan berharap pagi segera datang.


#
##
###
####
#####
######
#####
####
###
##
#

“Jiyeon a!” Seung Ho menepuk bahuku.
“Wae?”
“Wajahmu kenapa lesu begitu? Apa kamu tidak tidur semalam?” tanya Seung Ho terlihat khawatir.
“Jam 3 subuh aku terbangun. Ada kejadian mengerikan..”
Lalu aku menceritakan kejadian itu padanya..
“Mungkin hanya perasaanmu saja.” Seung Ho mencoba menenangkanku.
“Tapi sosok itu begitu jelas! Aku juga merasakan ia menatapiku terus.”
“Kalau begitu hari ini cepatlah pulang dan istirahat yang cukup.”
“Tapi hari ini aku masih ada giliran piket.”
“Kalau begitu aku akan menemanimu piket sampai kamu selesai.” Tawar Seung Ho sambil tersenyum.
Gomawo Seung Ho, kamu memang pacar yang pengertian.


#
##
###
####
#####
######
#####
####
###
##
#

“Jiyeon, aku ke toilet sebentar ya.” Kata Seung Ho lalu pergi.
Sejauh ini aku merasa tenang karena Seung Ho menemaniku. Tapi perasaanku mendadak  kembali tidak enak.
KREK
Seperti suara pintu dibuka. Apa Seung Ho sedang mengerjaiku? Aku beranjak dari kursi dan berjalan menuju pintu kelas. Ternyata tidak ada siapapun.
Saat aku kembali ke mejaku. Kulihat sesuatu yang mengejutkan.
Ada tulisan di sana! Padahal aku yakin, barusan tidak ada tulisan apapun di sana.

Tolong aku!

Sungguh. Ini sungguh aneh. Siapa yang menulis itu? Jangan-jangan..
 Aku segera berlari menuju pintu dan berusaha keluar. Tapi kau tahu apa? Pintu terkunci! Tidak. Siapa yang menguncinya?? Aku mengedor-ngedor pintu, berharap Seung Ho atau seseorang mendengarku. Tapi percuma..
“Seung Ho! Seonsaengnim! Tolong aku!” teriakku panik.
Tiba-tiba angin berhembus menusuk ke leherku. Kulihat ke belakang. Dan jendela di samping mejaku itu terbuka lebar! Padahal tadi masih tertutup.
“Ya! Tolong!” teriakku lagi. Kulihat sekeliling kelas. Dan aku terhenti saat melihat seseorang duduk di sudut kelas. Siapa.. aku yakin dia bukan Seung Ho.
Kugedor pintu itu lebih keras lagi sambil berteriak.
“Wae Jiyeon?” tanya Seung Ho mendadak muncul. Anehnya, pintu itu bisa dia buka dengan mudah.
“Tadi.. pintu ini terkunci. Aku..”
“Terkunci? Aneh.. aku bisa membukanya kok.”
“Tapi tadi.. jendelanya juga terbuka!” kami menoleh dan melihat jendela itu. Tertutup!
“Kamu berhalusinasi ya?” Seung Ho menatapku heran.
Aku menarik tangannya, bermaksud untuk memperlihatkan tulisan di meja itu.
“Wae?” tanya Seung Ho makin heran. Tulisan itu sudah hilang!
“Aku tidak bohong! Tadi pintunya benar-benar terkunci! Jendela juga terbuka dan ada tulisan di meja ini! Di.. di sana! Juga ada seseorang yang duduk di sana tadi!” kataku sambil menunjuk pojok kelas mencoba menjelaskan padanya.
“Ji Yeon! Tenang!” Seung Ho memegang kedua bahuku, “Kita pulang ya?”
Aku hanya mengangguk mengiyakan.


#
##
###
####
#####
######
#####
####
###
##
#

Sebenarnya apa yang terjadi? Siapa cowok itu? Apa dia yang menulis di mejaku? Aku tidak bisa berhenti memikirkan hal ini. Tiba-tiba terdengar suara goresan, seperti menggores meja. Kulihat mejaku, dan kutemukan tulisan lagi!
Kumohon, tolong aku!

BRAK!
Aku terjatuh dari kursiku.
“Park Ji Yeon, ada apa?” tanya pak guru.
“A.. ada tulisan di meja..” kataku terputus-putus.
“Tulisan?” pak guru berjalan menuju mejaku, “Park Ji Yeon, kamu demam?”
Kenapa? Apa tulisan itu hilang lagi?
Aku mencoba berdiri dengan tubuhku yang masih gemetaran.
“Seonsaengnim, aku permisi dulu.”
“O. Istirahatlah di klinik.”
Aku berjalan keluar dari kelas. Apa itu tadi? Apa ada yang mengerjaiku?


#
##
###
####
#####
######
#####
####
###
##
#

“Jiyeon a! Gwaenchanna? Temanmu memberitahu kalau kamu ada di sini. Apa yang terjadi?” tanya Seung Ho begitu membuka pintu klinik.
“Aniya.. aku tidak tahu..”
“Tidak tahu? Maksudmu?”
“Tulisan.. ada tulisan lagi di mejaku! Aku tidak tahu siapa yang menulis itu.”
“Tulisan apa?” tanya Seung Ho heran.
“Dia menulis ’Tolong aku’...”
“Mungkin ada yang iseng.”
“Tapi tulisan itu tidak ada sebelumnya. Dan..”
“Jiyeon, tenang..” Seung Ho mencoba menenangkanku.
“Aku yakin ada yang aneh..” kataku dengan suara lirih.


#
##
###
####
#####
######
#####
####
###
##
#

Kejadian belakangan ini membuatku lelah. Aku tidak bisa tidur.
Aku memasuki kelas. Kuharap tidak ada lagi tulisan. Namun..

Park Ji Yeon, jadilah pacarku!

Aku terperanjat melihat tulisan itu, lalu murid-murid cowok menertawaiku.
Sekarang aku tahu, ini pasti ulah mereka.
“Ya! Park Ji Yeon, jadilah pacarku!” kata seorang cowok.
Teman-temannya yang lain hanya tertawa dan terus menyoraki. Aku mencoba untuk tidak menghiraukan mereka.  Tapi mendadak kepalaku terasa pusing, dan semuanya menjadi gelap.


#
##
###
####
#####
######
#####
####
###
##
#

Di mana ini? Aku membuka mataku dan mengenali ruangan putih itu. Klinik. Apa tadi aku pingsan?
Aku beranjak dari tempat tidur.
“Kamu sudah bangun?” tanya guru klinik.
“Ne seonsaengnim.”
“Tadi kamu pingsan di kelas, apa kamu sakit?”
“Cuma kurang tidur..”
“Istirahatlah yang cukup..” guru itu mengingatkanku.
“Baiklah. Saya permisi dulu..”
Aku berjalan menuju kelas, perasaanku sedikit tak enak, tapi aku harus mengambil tasku.
Kubuka pintu kelas dan mengambil tasku secepat mungkin.
Saat pintu kelas kututup, kudengar suara aneh dari dalam kelas. Aku tidak ingin masuk, tapi kakiku seperti ditarik oleh sesuatu. Lalu kulihat papan tulis terdapat tulisan,

Tolong aku! Aku mohon!

“Siapa kamu? Jangan menggangguku!” teriakku keras.
Kulihat sebuah kapur tulis berguling ke arah kakiku. Aku mengambil kapur itu. Apa ini artinya aku harus menjawab melalui tulisan juga?
Aku terlalu takut untuk menjawab, tapi aku harus mengakhiri semua ini.

Siapa kamu?

Hening. Tidak ada jawaban. Namun beberapa detik kemudian ia menulis lagi.


Aku Han Kyeong. Tolong aku

Han.. Kyeong? Siapa dia.. apa benar hantu? Dengan ragu aku menjawabnya lagi,


Apa yang harus aku lakukan?


Pergilah ke taman belakang


Untuk apa?


Di samping pohon besar, galilah. Kau akan menemukanku


Balasannya membuatku makin merinding.. apa maksudnya?


Cepatlah!


Dia membalas lagi.

“Ji Yeon, apa yang kamu lakukan?” Seung Ho masuk ke dalam kelas dan kulihat lebam di wajahnya.
“Wajahmu.. wae?”
“Tidak apa-apa. Ayo kita pulang.” Katanya sambil menarik tanganku.
“Seung Ho! Katakan padaku apa yang terjadi? Kamu berkelahi?”
“Aku.. tidak bisa membiarkan perlakuan mereka terhadapmu. Itu keterlaluan.” Katanya tanpa menoleh kepadaku.
Aku memeluknya, lalu berkata, “Pabo. Kamu bisa mencelakai dirimu sendiri.”
Baru kuingat, Han Kyeong! Dia memintaku menggali taman!
Aku segera menarik tangan Seung Ho untuk pergi.
“Mau ke mana?” tanyanya heran.




Sesampai di taman belakang, aku mencari cangkul.
“Apa yang kau cari?” tanya Seung Ho yang masih kebingungan.
“Cangkul.”
“Cangkul?”
“Ne. Han Kyeong. Dia yang selama ini membuntutiku. Arwah itu memintaku untuk menggali tanah ini.” Aku menunjuk tanah di samping pohon itu.
“Tunggu di sini.” Seung Ho berlari pergi dan beberapa menit kemudian kembali dengan sebuah cangkul.
“Di sini?” tanyanya. Aku mengangguk kecil lalu ia segera menggalinya.

“Apa yang kalian lakukan?!” terdengar suara teriakan.
Wali Kelasku!
“Seonsaengnim, aku bisa menjelaskan ini.”
“Tidak ada yang perlu kamu jelaskan. Pulanglah!” bentak pak guru.
“Seonsaengnim! Di sini ada mayat yang terkubur tanpa ada yang tahu!” kata Seung Ho.
“Benarkah? Lalu bagaimana kalian bisa tahu?”
“Arwah itu mendatangiku!” teriakku.
“Sudahlah! Aku capek dengan anak-anak nakal seperti kalian!”
“Seon..” belum sempat menyelesaikan kata-kataku, Seung Ho menghentikanku.
“Ayo pulang.” Kata Seung Ho menarik tanganku.
Kenapa Seung Ho malah menyuruhku pulang? Tidak! Aku harus menemukan Han Kyeong!

“Seung Ho! Kita..”
“Ssst.. diamlah sebentar..”
Seung Ho dan aku bersembunyi di balik gudang, ternyata Seung Ho ingin melihat apa yang pak guru lakukan.

“Di.. dia..” pak guru menggali, “Seung Ho! Dia..”
“Ssst.. kita lihat apa yang dia gali.”

Beberapa kemudian, kami melihat pak guru mengangkat sebuah kardus.
“Kamu bawa hp?” tanya Seung Ho.
Aku merogoh kantongku, dan tidak menemukan hpku.
“Tidak.. sepertinya terjatuh..”
“Hpku rusak saat berkelahi tadi. Dengar, aku akan berusaha menghentikannya, kamu pergilah ke ruang guru. Di sana ada telepon. Telepon polisi. Arasseo?” pinta Seung Ho.
“Tapi..”
“Cepat!”
Pak guru mengangkat kotak kardus itu, lalu Seung Ho mengejarnya. Aku segera berlari ke dalam sekolah. Kubuka pintu ruang guru dan segera mencapai telepon.

“Yobosseyo. Kantor polisi?” kataku panik, lalu aku menjelaskan pada polisi, dan mereka memberitahu bahwa mereka akan segera datang.
“Arrrgh!!”
Suara itu. Itu suara Seung Ho! Aku segera menuju jendela, tampak Seung Ho terjatuh di lantai sambil memegangi perutnya. Lalu kulihat pak guru, dia memegang pisau! Dia menoleh dan mendapatiku sedang melihatnya. Sepertinya dia menuju kemari.
Aku segera meninggalkan ruang guru dan mencoba kabur.
“Park Ji Yeon! Kemarilah! Aku tidak  akan menyakitimu.” Terdengar samar-samar teriakan pak guru.
Aku berlari melalui tangga, aku tidak bisa berpikir lagi. Kubuka sebuah pintu dan ternyata aku ada di ruang kelasku! Kalau pak guru menemukanku di sini, habislah aku. Aku berusaha mencari tempat untuk bersembunyi.
Terdengar langkah kaki pak guru menuju ke atas. Semakin lama semakin kuat, menandakan kalau ia semakin dekat denganku.
“Park Ji Yeon.” Panggil pak guru, aku mencoba kabur darinya, tapi tempat ini tidak memiliki ruang untuk kabur lagi.
“Seonsaengnim.. aku mohon...” kataku padanya. Aku terjebak di pojok kelas. Aku tidak bisa kabur lagi.
“Mianhae..” Pak guru mengangkat pisaunya, dan mengarahkannya padaku. Aku hanya bisa pasrah dan menutup mata.
Terdengar suara pisau jatuh lalu suara pak guru yang bergetar, “A..Han K..Kyeong..”
Aku membuka mataku dan kulihat, dia. Sosok yang kulihat di kamarku dan di kelas. Han Kyeong. Sedangkan pak guru, ia jatuh ketakutan melihat sosok itu.
“Kamu Han.. Kyeong?”
Sosok itu hanya tersenyum, lalu ia mengangkat pisau itu dan mengarahkannya pada pak guru. Namun geraknya terhenti saat terdengar sirene mobil polisi. Membuatku sedikit lega.

Sosok itu lalu hilang. Dan kutemukan tulisan besar yang memenuhi papan tulis.

Terima Kasih

Polisi pun datang dan menangkap pak guru, lalu terdengar suara ambulans.
Aku segera mencari Seung Ho dan kutemukan ia di mobil ambulans. Sepertinya pak guru menusuknya di daerah perut.
“Ji Yeon!” katanya saat melihatku, “Gwaenchanna?”
Aku menganggukan kepalaku.
“Itu.. tulang belulangnya.” Kata Seung Ho menunjuk pada kotak kardus tadi.
“Lalu apa hubungannya dengan pak guru?” tanyaku.
“Entahlah..”


#
##
###
####
#####
######
#####
####
###
##
#

Pak guru ditahan. Kini seluruh sekolah tahu masalah ini. Kabarnya, Han Kyeong adalah murid sekolah ini. Dia tidak sengaja ditusuk oleh pak guru saat memergoki pak guru menelepon seseorang. Pak guru juga melakukan korupsi dan tindakan lain yang melanggar hukum. Mungkin Han Kyeong mengetahui semua itu.
Lalu kenapa dia meminta bantuanku? Kabarnya Han Kyeong dulu juga belajar di kelas yang sama dengan kelas di mana aku belajar dan duduk di kursi yang sama juga denganku. Mungkin dia sudah lama menunggu pertolongan. Tapi kenapa aku yang dipilihnya? Yang duduk di kursi itu bukan hanya aku. Bagaimana dengan murid alumni lain yang pernah duduk di sana? Itulah yang tidak kumengerti sampai sekarang.
Tapi syukurlah, tulang belulangnya kini telah disemayamkan dengan pantas. Seung Ho dan aku juga mengunjungi makamnya beberapa hari yang lalu.

“Ji Yeon!” panggil Seung Ho.
“Seung Ho. Bagaimana perutmu?” tanyaku pada Seung Ho.
“Sudah tidak begitu sakit lagi.”
“Syukurlah..”
Seung Ho. Kalau tidak ada dia mungkin aku sudah dihabisi pak guru. Walaupun teman-teman menertawaiku mengenai tulisan itu, tapi dia tetap percaya padaku.
“Seung Ho..”
“Wae?” Seung Ho menoleh padaku.
“Gomapta..”
“Kenapa  berterima kasih?” tanyanya heran.
Aku hanya tersenyum dan merangkul tangannya, “gajja.”






END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar